Rabu, 01 April 2020


Nama : Priyo Agung Wibowo
NIM. : 1807016048
Kelas : Psikologi 4B

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020

Kecemasan Masyarakat  Indonesia Terhadap Pandemi Covid-19

Wabah COVID-19 yang berasal dari Wuhan, Cina kini telah menyebar luas ke seluruh benua di dunia. Penyebaran virus yang masif ini membuat organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Hal tersebut dinyatakan langsung oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghabyesus, bahwa WHO telah menilai wabah ini setiap saat dan kami sangat prihatin dengan tingkat penyebaran yang mengkhawatirkan dan keparahan, dan oleh tingkat kelambanan yang mengkhawatirkan. Oleh karena itu kami telah membuat penilaian bahwa COVID-19 dapat dikategorikan sebagai pandemi.” Pada hari Rabu, 11 Maret 2020. Berita tersebut tak khayal menjadi momok bagi masyarakat di seluruh dunia.
Beredarnya berita mengenai COVID-19 yang marak di media sosial, membuat masyarakat sering termakan oleh berita yang tidak benar atau hoax  yang menimbulkan kecemasan pada masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia. Masyarakat yang cemas mendengar berita mengenai kasus COVID-19 yang ada di Indonesia menimbulkan berbagai macam perilaku seperti panic buying atau belanja bahan pokok dan masker yang berlebihan, dan juga penggunaan masker yang seharusnya dipakai oleh masyarakat yang sakit dan petugas medis. Semua itu merupakan bentuk kecemasan masyarakat mendengar pandemi COVID-19 ini. Efek kecemasan lain karena pandemi COVID-19 berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh American Psychiatric Association (APA) yang rilis pada 25 Maret 2020 menyatakan bahwa : “Kebanyakan orang melaporkan bahwa, meskipun tingkat kecemasan yang tinggi akibat coronavirus, mereka belum merasakan dampak perilaku yang signifikan.  Hanya 19% melaporkan mengalami kesulitan tidur, 8% telah mengonsumsi lebih banyak alkohol atau obat / zat lain, dan 12% mengatakan mereka lebih sering berkelahi dengan pasangan atau orang yang dicintai (karena terjebak di rumah bersama).  Sedikit lebih banyak, hampir satu dari empat orang (24%), mengatakan mereka kesulitan berkonsentrasi pada hal-hal lain karena mereka berpikir tentang coronavirus.” Lalu apa itu kecemasan ?.
 Kecemasan itu sendiri Menurut kamus Kedokteran Dorland, kata kecemasan atau disebut dengan anxiety adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-respon psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata atau khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari secara langsung. Rasa cemas dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik seseorang jika terlalu berlebihan dalam menanggapi pandemi COVID-19. Berikut gejala-gejala kecemasan (Anxiety) menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) :
1. Khawatir, gelisah, panik
2. Takut mati, takut kehilangan
3.  Jantung berdebar lebih kencang
4.  Nafas sesak, pendek, berat
5. Perut mual, kembung, diare
6. Kepala pusing, berat, terasa ringan
7.  Kulit terasa gatal, kesemutan
8. Otot-otot terasa tegang, nyeri
9. Gangguan Tidur
Cara agar masyarakat terhindar dari kecemasan terhadap Pandemi COVID-19 dengan cara: pertama kurangi konsumsi berita mengenai COVID-19, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat jika terlalu banyak menerima informasi maka masyarakat akan lebih rentan mengalami kecemasan. Kedua selalu berpikir positif, ketika masyarakat dapat berpikir positif maka sistem imun dalam dirinya akan meningkat dan mentalnya akan tetap terjaga. Ketiga mendekatkan diri dengan Allah SWT, masyarakat senantiasa mendekatkan diri dengan Allah dengan cara beribadah dan berdoa agar diberikan ketenangan dalam pikiran dan kesehatan secara fisik. Menurut CEO dan Direktur Medis APA Saul Levin, M.D., M.P.A.  “Dalam gangguan yang disebabkan COVID-19, setiap orang perlu memastikan mereka meluangkan waktu untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka sendiri, bersama dengan keluarga, teman, dan rekan kerja mereka.  Keterasingan sosial dapat dicegah dengan meluangkan waktu untuk menggunakan media sosial, surat, atau sekadar telepon untuk berkomunikasi dengan orang yang dicintai dan teman-teman, terutama mereka yang belum pernah kami hubungi selama bertahun-tahun seperti yang kami inginkan.". Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam artikelnya yang berjudul “Virus Corona Memang Menular Tapi KECEMASAN Menular Lebih Cepat” memberikan penjelasan mengenai 2 sikap mental dalam menghadapi COVID-19 :
1. Reaktif Sikap mental yang ditandai dengan reaksi yang cepat, tegang, agresif terhadap keadaan yang terjadi dan menyebabkan kecemasan, kepanikan.
2. Responsif Sikap mental yang ditandai dengan sikap tenang, terukur, mencari tahu apa yang harus dilakukan dan memberikan respon yang tepat dan wajar. Ketika seseorang lebih memilih REAKTIF daripada RESPONSIF, maka kehidupan mentalnya akan terpengaruh dan dapat berujung pada Gangguan Cemas (ansietas). Sikap mental RESPONSIF memiliki tahapan :
·  Breathe : Ambil waktu untuk berpikir apa yang akan dilakukan, yang bermanfaat dan tidak berlebihan
·   Assess : Cek fakta yang valid dari sumber terpercaya, hindari informasi yang salah, berlebihan, yang membuat kecemasan berlebihan.
·   Action : Lakukan tindakan yang sesuai yang dianjurkan, tetap nilai risikonya dan tetap tenang.
·  Reflect : Merefleksikan apa yang sudah dilakukan, menilai situasi terkini dan mempersiapkan respon berikutnya yang akan diambil.
Dalam Al-qur’an dijelaskan dalam QS. Ar-Ra'du: 28 menjelaskan tentang bagaimana agar tidak mengalami kecemasan:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
Artinya: “ (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)
Dalam hal ini kita sebagai manusia beriman ketika mengalami permasalahan seperti kecemasan harus selalu mengingat Allah SWT dengan cara berdzikir secara lisan seperti membaca Al-Qur’an, bertasbih, bertahmid, bertakbir, bertahlil, atau dengan mendengarkan zikir tersebut dari orang lain. Dengan cara seperti itu maka rasa cemas dalam dari dalam diri kita akan mereda dan menjadikan hati menjadi tentram.

Entri yang Diunggulkan

Nama : Priyo Agung Wibowo NIM. : 1807016048 Kelas : Psikologi 4B PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN U...

Postingan Populer