Nama : Priyo Agung Wibowo
NIM. : 1807016048
Kelas : Psikologi 4B
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020
Kecemasan Masyarakat Indonesia Terhadap Pandemi Covid-19
Wabah COVID-19 yang berasal dari
Wuhan, Cina kini telah menyebar luas ke seluruh benua di dunia. Penyebaran
virus yang masif ini membuat organisasi kesehatan dunia atau World Health
Organization (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Hal tersebut dinyatakan langsung oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghabyesus, bahwa “WHO telah menilai wabah ini setiap saat dan kami sangat prihatin dengan
tingkat penyebaran yang mengkhawatirkan dan keparahan, dan oleh tingkat
kelambanan yang mengkhawatirkan. Oleh karena itu kami telah membuat
penilaian bahwa COVID-19 dapat dikategorikan sebagai pandemi.” Pada hari Rabu, 11
Maret 2020. Berita tersebut tak khayal menjadi momok bagi masyarakat di seluruh
dunia.
Beredarnya berita mengenai COVID-19 yang
marak di media sosial, membuat masyarakat sering termakan oleh berita yang tidak
benar atau hoax yang menimbulkan kecemasan pada masyarakat
di dunia, khususnya di Indonesia. Masyarakat yang cemas mendengar berita
mengenai kasus COVID-19 yang ada di Indonesia menimbulkan berbagai macam perilaku
seperti panic buying atau belanja bahan pokok dan masker yang berlebihan, dan
juga penggunaan masker yang seharusnya dipakai oleh masyarakat yang sakit dan
petugas medis. Semua itu merupakan bentuk kecemasan masyarakat mendengar
pandemi COVID-19 ini. Efek kecemasan lain karena pandemi COVID-19 berdasarkan
hasil survei yang dilakukan oleh American Psychiatric Association (APA) yang
rilis pada 25 Maret 2020 menyatakan bahwa : “Kebanyakan orang melaporkan bahwa,
meskipun tingkat kecemasan yang tinggi akibat coronavirus, mereka belum
merasakan dampak perilaku yang signifikan.
Hanya 19% melaporkan mengalami kesulitan tidur, 8% telah mengonsumsi
lebih banyak alkohol atau obat / zat lain, dan 12% mengatakan mereka lebih
sering berkelahi dengan pasangan atau orang yang dicintai (karena terjebak di
rumah bersama). Sedikit lebih banyak,
hampir satu dari empat orang (24%), mengatakan mereka kesulitan berkonsentrasi
pada hal-hal lain karena mereka berpikir tentang coronavirus.” Lalu apa itu
kecemasan ?.
Kecemasan itu sendiri Menurut kamus Kedokteran
Dorland, kata kecemasan atau disebut dengan anxiety adalah keadaan emosional
yang tidak menyenangkan, berupa respon-respon psikofisiologis yang timbul
sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata atau khayalan, tampaknya disebabkan
oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari secara langsung. Rasa cemas dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisik seseorang jika terlalu berlebihan dalam
menanggapi pandemi COVID-19. Berikut gejala-gejala kecemasan (Anxiety) menurut
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) :
1. Khawatir, gelisah, panik
2. Takut mati, takut kehilangan
3. Jantung berdebar lebih kencang
4. Nafas sesak, pendek, berat
5. Perut mual, kembung, diare
6. Kepala pusing, berat, terasa ringan
7. Kulit terasa gatal, kesemutan
8. Otot-otot terasa tegang, nyeri
9. Gangguan Tidur
Cara
agar masyarakat terhindar dari kecemasan terhadap Pandemi COVID-19 dengan cara:
pertama kurangi konsumsi berita mengenai COVID-19, karena hal ini sangat
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat jika terlalu banyak menerima
informasi maka masyarakat akan lebih rentan mengalami kecemasan. Kedua selalu
berpikir positif, ketika masyarakat dapat berpikir positif maka sistem imun
dalam dirinya akan meningkat dan mentalnya akan tetap terjaga. Ketiga
mendekatkan diri dengan Allah SWT, masyarakat senantiasa mendekatkan diri
dengan Allah dengan cara beribadah dan berdoa agar diberikan ketenangan dalam
pikiran dan kesehatan secara fisik. Menurut CEO dan Direktur Medis APA Saul
Levin, M.D., M.P.A. “Dalam gangguan yang
disebabkan COVID-19, setiap orang perlu memastikan mereka meluangkan waktu
untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka sendiri, bersama dengan
keluarga, teman, dan rekan kerja mereka.
Keterasingan sosial dapat dicegah dengan meluangkan waktu untuk
menggunakan media sosial, surat, atau sekadar telepon untuk berkomunikasi
dengan orang yang dicintai dan teman-teman, terutama mereka yang belum pernah
kami hubungi selama bertahun-tahun seperti yang kami inginkan.". Sedangkan
menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam
artikelnya yang berjudul “Virus Corona Memang Menular Tapi KECEMASAN Menular
Lebih Cepat” memberikan penjelasan mengenai 2 sikap mental dalam menghadapi
COVID-19 :
1. Reaktif Sikap mental yang ditandai dengan reaksi yang
cepat, tegang, agresif terhadap keadaan yang terjadi dan menyebabkan kecemasan,
kepanikan.
2. Responsif Sikap mental yang ditandai dengan sikap tenang,
terukur, mencari tahu apa yang harus dilakukan dan memberikan respon yang tepat
dan wajar. Ketika seseorang lebih memilih REAKTIF daripada RESPONSIF, maka
kehidupan mentalnya akan terpengaruh dan dapat berujung pada Gangguan Cemas
(ansietas). Sikap mental RESPONSIF memiliki tahapan :
· Breathe : Ambil waktu untuk berpikir apa yang akan
dilakukan, yang bermanfaat dan tidak berlebihan
· Assess : Cek fakta
yang valid dari sumber terpercaya, hindari informasi yang salah, berlebihan, yang
membuat kecemasan berlebihan.
· Action : Lakukan tindakan yang sesuai yang dianjurkan,
tetap nilai risikonya dan tetap tenang.
· Reflect : Merefleksikan apa yang sudah dilakukan, menilai
situasi terkini dan mempersiapkan respon berikutnya yang akan diambil.
Dalam
Al-qur’an dijelaskan dalam QS. Ar-Ra'du: 28 menjelaskan tentang bagaimana agar
tidak mengalami kecemasan:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم
بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
Artinya: “ (Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS.
Ar-Ra’du: 28)
Dalam
hal ini kita sebagai manusia beriman ketika mengalami permasalahan seperti
kecemasan harus selalu mengingat Allah SWT dengan cara berdzikir secara lisan seperti
membaca Al-Qur’an, bertasbih, bertahmid, bertakbir, bertahlil, atau dengan
mendengarkan zikir tersebut dari orang lain. Dengan cara seperti itu maka rasa
cemas dalam dari dalam diri kita akan mereda dan menjadikan hati menjadi
tentram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar